Connect with us

Ambon

Tarian Debus: Dari Banten Menyisir Ainena Kefin di Seram Bagian Timur

Foto : google.image

Laporan: Ahmad Silehu

AMBON, EKSPRESIMALUKU.com –

Asal-usul debus tidak dapat dipisahkan dari penyebaran agama Islam di daerah Banten. Debus adalah salah satu sarana dalam penyebaran agama Islam tersebut. Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa pada abad XVII (1651 — 1652), Debus dijadikan alat propaganda dalam membangkitkan semangat rakyat dalam perjuangan melawan Belanda.

Debus dikolaborasikan dengan kesenian Pencak silat, maka dapat dikatakan bahwa Debus merupakan kesenian bela diri. Sultan Ageng Tirtayasa memberi warna Debus dengan ilmu kekebalan tubuh kepada para pengikutnya dengan jampi-jampi yang diambil dari ayat suci Al-Qur’an. Ayat-ayat tersebut dihapalkan dan diresapi secara mendalam sehingga dapat mempertebal semangat moral dalam melawan Belanda.

Kesenian Debus sangat berperan dalam alur sejarah rakyat Banten dalam melawan penjajah Belanda pada masanya yang dilandasi ajaran agama Islam sebagai keyakinan dalam melakukan perjuangan tersebut.
Dilacak dari asal usulnya, kesenian debus berasal dari Tarikat Rifa’iyyah, yaitu tarikat yang dinisbatkan kepada Syaikh Ahmad Rifa’i al-Baghdady, seorang tokoh sufi yang mengajar pengetahuan ruhani aneh.

Dikatakan ganjil dan aneh, karena Syaikh Ahmad Rifa’i mengajari murid-muridnya untuk berdzikir yang khusyuk di mana untuk menguji kekhusyukan Syaikh Ahmad Rifa’i melakukan tindakan-tindakan ganjil seperti menyulut tubuh muridnya dengan bara api, digigitkan ular kobra, ditusuk besi tajam, dikepruk benda keras, bahkan dilempar ke kobaran api.

Jika sang murid masih sakit dan berteriak, maka itu pertanda dzikirnya kurang khusyuk Begitulah tarikat Rifa’iyyah dikenal sebagai penyebar ajaran debus dalam berdzikir yang dilakukan dengan suara lantang.

Ajaran Tarikat Rifa’iyyah diketahui disebarkan di Aceh oleh Syaikh Nuruddin Ar-Raniri di mana tokoh ini memiliki murid Syaikh Yusuf Tajul Khalwati al-Makassari.

Rupanya, Syaikh Yusuf Tajul Khalwati al-Makassari inilah yang pertama kali mengajarkan debus di Banten, karena beliau bersama-sama dengan Sultan Ageng Tirtayasa melawan Belanda.

Namun belum diketahui, kapan debus sebagai metode dalam tarikat berubah menjadi seni.
Jika ditelaah dalam bahasa arab debus Berarti senjata tajam yang terbuat dari besi yang mempunyai ujung yang runcing dan bentuknya sedikit bundar. Nah , karena itulah alat tersebut dipergunakan sebagai alat untuk menghantam atau melukai setiap pemain debus, yang mempertunjukkan atraksi kekebalan tubuh.

Selain itu juga masih banyak variasi-variasi atraksi lain seperti menusuk perut, dengan benda tajam biasanya menggunakan paku Banten yang runcing, memakan bara api, menusukkan jarum panjang ke lidah, kulit, pipi sampai tembus dan hasilnya tidak ada luka sama sekali dan tidak mengeluarkan darah tetapi dapat disembuhkan pada seketika itu juga, menyiram tubuh dengan air keras sampai pakaian yang melekat di badan hancur, mengunyah beling/serpihan kaca, membakar tubuh. Dan masih banyak lagi atraksi yang mereka lakukan.

Untuk saat ini biasanya kesenian debus di pentaskan dalam acara-acara keagamaan, pernikahan, sunatan dan sebagainya.

Tidak berbeda dengan Banten, debus di Maluku, terutama pada masyarakat Seram Bagian Timur dijadikan sebagai bentuk kearifan lokal. Tidak seperti Banten, debus belum banyak di sebar. Masih tersembunyi.

Debus pada masyarakat negeri Ainena Kefin, Kecamatan Geser kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) Provinsi Maluku, dinamakan Dabu.

M.Iqbal Siladja, salah satu sesepuh yang memperagakan keunikan permainan itu, kepada Ekspresimaluku, mengatakan, permainan dabu merupakan salah satu karya para pendahulu yang hingga kini masih terus diperagakan. Akan tetapi kegiatan tersebut lebih condong dilaksanakan bertepatan dengan kegiatan – kegiatan yang bernuansa Islam, misalnya pembuatan Masjid.

Menurut Siladja, permainan dabu bukan permainan biasa, artinya setiap pemuda yang hendak ikut dalam permainan itu, lebih awal menempatkan diri pada salah satu masjid, dengan mendahulukan berwudhu dan menjauhi semua perbuatan yang sifatnya dapat membatalkan wudhu, jika tidak, para pemuda bisa mengalami kecelakaan fatal, sebab pemainan sambil melantunkan kalimat – kalimat suci baru kemudian menikam diri mereka dengan besi yang diracik tajam laksana sebilah pisau.

“Mereka menikam diri mereka sambil melantunkan kalimat – kalimat suci, saking dahsyatnya iringan bernuasa dzikiran membuat mereka, pemain dabu, tidak pernah merasa sakit meski, tikaman sampai mengeluarkan gumpalan darah, dan berceceran membasahi tubuh mereka sendiri,” tuturnya.

Hal ini juga diamini salah satu pemain, Muhammad Kelutur mengatakan, mainan dabu bukan mainan biasa, namun luar biasa. Menyimpan keunikan, bukan saja pemain tapi juga penggemar yang menggemari permainan yang terlihat ngeri dan menjijikan hati. Jadi dabu merupakan salah satu permainan yang biasanya diperagakan tepat pada momen yang sifatnya agama, seperti peletakan tiang Alif, pemasangan kuba. Seperti yang dilakukan sekarang pada peresmian masjid Ishak Al-Hijrah, di kompleks kahena, desa Batu Merah, kecamatan Sirimau, kota Ambon,” papar Kelutur.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Advertisement

Gempa terkini di Indonesia

More in Ambon