Connect with us

Ambon

Sengketa Tanah Laha di Bahas di DPRD

Foto : google.image

Laporan: Ekspresi

AMBON, EKSPRESIMALUKU.com – Sengketa lahan antara TNI Angkatan Udara (AU) dengan masyarakat Negeri Laha, Kecamatan teluk Ambon, dibahas Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Ambon, Rabu (29/03/2017).

Pembahasan ini melibatkan pemerintah Negeri Laha, TNI AU, Angkasa Pura dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Ambon.

Pantauan media ini, rapat tersebut membahas tentang status tanah sengketa Bandar Udara Pattimura Laha dan aktivitas TNI AU yang informasinya diklaim secara sepihak. Akibatnya masyarakat Laha resah.

Sayangnya, rapat ini berjalan tanpa kehadiran dari pihak TNI AU. Meskipun demikian, rapat tersebut tetap berjalan sebagaimana telah dijadwalkan oleh Komisi I DPRD Kota Ambon.

Anggota Komisi I DPRD Kota Ambon, Ridwan Hasan usai pertemuan mengatakan, persoalan yang terjadi itu menumpuk pada sertifikat 06 yang telah diterbitkan oleh BPN Kota Ambon. Sertifikat itu tidak berdasarkan pada aturan yang berlaku, dimana harus melibatkan pemerintah Negeri Laha pada saat dilakukan pengukuran lahan.

“Yang menjadi persoalan itu pada saat dilakukan pengukuran, BPN tidak melibatkan Negeri Laha, dan mereka hanya melibatkan negeri tetangga sementara petuanan tersebut adalah milik Negeri Laha. Itu yang menjadi masalah, sehingga terbitnya sertifikat 06 itu merupakan suatu tindakan yang dinilai illegal, karena dilakukan pengukuran tanah itu tidak melibatkan Negeri Laha sebagai pemilik petuanan,” ujar Ridwan kepada wartawan, di Balai Rakyat Belakang Soya Ambon.

Dikatakannya, hal ini diketahui pada saat pemerintah Negeri Laha melakukan gugatan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN).  Pada tingkat pertama hingga ketiga dimenangkan oleh pihak Negeri Laha. Dan sekarang dari pihak TNI AU sementara mengajukan peninjauan kembali atau upaya hukum luar biasa.

Dijelaskan Ridwan, karena negeri Laha telah menang di MA, kemudian masyarakat Negeri Laha minta penuntutan ganti rugi terhadap TNI AU.

“Lantas pada tingkat pertama dan pada pengadilan tinggi itu Negeri Laha menang, sementara di MA itu negeri Laha kalah. Sehingga masyarakat kembali mengajukan PK, artinya bahwa hingga saat ini belum ada keputusan inkra.

Sebaliknya pihak BPN itu sdah inkra, sementara semua masih dalam status PK. Jadi kalau masih dalam status PK, itu berarti di objek sengketa itu tidak boleh ada yang melakukan kegiatan apapun, sebab belum ada keputusan inkra,” tandasnya.

Menurutnya, ada salah persepsi bahwa jika kalah di penuntutan ganti perdata, itu tidak menggugurkan PTTUN, sebab proses yang berjalan antara PTTUN dan Penuntutan Ganti Perdata itu berjalan sendiri-sendiri sehingga pada saat TNI AU melakukan pengukuran, diklaim juga oleh masyarakat negeri Laha, sebab masih dalam status PK.

Politisi Partai Bulan Bintang Kota Ambon itu menjelaskan, pada 205 hektar yang disampaikan dalam rapat, terdapat lima sertifikat milik masyarakat negeri Laha, artinya bahwa ada sertivikat diatas sertifikat yang saling tumpang-tindih.

Ini yang harus dipertanyakan, namun persoalan ini masih berada pada lembaga peradilan. Tinggal menunggu keputusan peradilannya seperti apa nantinya.

“kalau pihak negeri Laha kalah, maka Negeri Laha juga bisa habis dari situ. Oleh karena itu, makanya karena ini belum ada kejelasan, sehingga pihak komisi akan kembali mengundang seluruh pihak terkait yakni BPN Kota, Pemerintah Negeri Laha, Angkasa Pura dan juga dari Kanwil Maluku, sebab kalau untuk masalah tanah seluas diatas 10 hektar itu menjadi kewenangan Kanwil untuk kita selesaikan secara bersama-sama,” pungkasnya.
Pihaknya telah bersepakat untuk rapat berikutnya akan dipimpin lansung oleh ketua DPRD Kota, karena ini untuk persoalan tersebut akan direkomendasikan oleh DPRD kepada semua pihak terkait agar tidak ada yang kemudian dirugikan. ( EM-ADN)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Advertisement

Gempa terkini di Indonesia

More in Ambon