Laporan:Memet
AMBON,EKSPRESIMALUKU, com – Gerakkan Aksi Penolakan PPKM Mikro oleh Mahasiswa di kota Ambon, 16 juli 2021,tepatnya di depan kantor walikota Ambon berujung pada tindakan pembubaran aksi, yang disertai tindakan kekerasan terhadap peserta aksi, dan penangkapan secara brutal oleh aparat Kepolisian Jumat, 16 Juli 2021 lalu.
Ketua Bidang Hikmah Pengurus Wilayah Pemuda Muhammadiyah Maluku, Lutfi Wael, mengatakan, PWPM Maluku mengutuk dengan keras atas tindaka premanisme yang dilakukan oleh polisi dan satpo PP. Sabtu, 17/07/2021
Wael mengatakan, Usai salat Jumat, sekira pukul 14.00 WIT massa aksi kembali bergerak dari masjid Al-Fatah ke Kantor Walikota Ambon, usai salat Jumat,namun aparat kepolisian dan Satpol PP yang berjaga langsung membubarkan dengan paksa para demonstran, dan di antara mereka juga ada petugas yang menggunakan pakaian sipil saat menangkap para demonstran.
” 9 orang pendemo ditarik masuk ke dalam halaman kantor Wali Kota Ambon secara paksa oleh petugas Kepolisian sebelum kemudian dibawa ke Kapolsek Sirimau. Bahkan Polisi menahan sedikitnya 22 orang peserta aksi. Tindakan brutal, penangkapan dan kekerasan terhadap peserta aksi oleh aparat Polres dan Satpol PP kota Ambon, telah menciderai demokrasi, dan diduga melanggar HAM dan hukum yang berlaku. Tandas wael
Menurut wael, Pertama, Pembubaran paksa peserta aksi oleh Kepolisian diduga kuat telah menciderai hak kebebasan berpendapat dan berekspresi yang dijamin oleh konstitusi sebagaiamana yang diatur dalam UUD 19465 pasal 28 ayat 3 yang menyatakan “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”, UU No 39 tahun 1999 tentang Kemerdekaan Menyampaiakan Pendapat di Muka Umum, UU 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU No. 12 tahun 2005 tentang Ratifikasi Hak Sipil dan Politik. Jelasnya
Kedua, Kepolisian dalam menjalankan tugas pengamanan telah mengabaikan kewajiban dan tanggung jawab dalam memastikan perlindungan Hak Asasi Manusia, menghargai legalitas, menghargai prinsip praduga tak bersalah, dan menyelenggarakan pengamanan
Ketiga, Tindakan Kepolisian melakukan penangkapan dan penahanan terhadap peserta aksi diduga kuat telah melanggar pasal-pasal yang terdapat dalam Perkap Nomor 08 tahun 2008 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, terkhusus pada pasal 11 ayat poin a telah ditegaskan bahwa “ Setiap petugas/anggota Polri dilarang melakukan penangkapan dan penahanan secara sewenag-wenang dan tidak berdasarkan hukum”
Keempat, Tindakan kekerasan oleh aparat Kepolisian diduga melanggar prinsip-prinsip penggunaan kekuatan berdasarkan pasal 3 Perkap Nomor 1 tahun 2009 : a). prinsip (nesesitas) dimana penggunaan kekuatan dapat dilakukan bila memang diperlukan dan tidak dapat dihindarkan berdasarkan situasi yang dihadapi; b). prinsip (proporsioanalitas), dimana penggunaan kekuatan harus dilakukan secara seimbang antara ancaman yang dihadapi dan tingkat kekuatan atau respon anggota Polri dan Satpol PP sehingga tidak menimbulkan kerugian/korban/penderitaan yang berlebihan; dan c). masuk akal (reasonable), dimana tindakan kepolisian dan Satpol diambil dengan mempertimbangkan secara logis situasi dan kondisi dari ancaman atau perlawanan pelaku kejahatan terhadap petugas atau bahayanya terhadap masyarakat.
Wael Mengecam tindakan refresif, penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang terhadap peserta aksi Penolakkan PPKM di kota Ambon yang dilakukan aparat POLRES Kota.
Dirinya meminta POLRES Kota Ambon, agar segera membebaskan seluruh peserta aksi yang ditangkap secara sewenang-wenang dan ditahan serta Mendesak Propam Polda Maluku unutk melakukan pemeriksaan/penyelidikan kepada anggota POLRES kota Ambon yang melakukan penangkapan, kekerasan terhadap peserta aksi.
” Saya juga meminta Kompolnas untuk melakukan investigasi dan pengawas terhadap tindakan aparat Polres kota ambon,” Tandasnya.