Laporan:Memet
PIRU,EKSPRESIMALUKU.com – Menanggapi keputusan Surat Edaran Gubernur Maluku Nomor 451-56 Tahun 2021 yang mengatur tentang persyaratan pelaku perjalanan dalam wilayah Provinsi Maluku selama H-3 Peniadan Mudik (3 Mei sampai dengan 5 Mei 2021), selama masa peniadaan mudik (6 Mei sampai dengan 17 Mei 2021), dan H+7 Peniadaan Mudik (18 Mei sampai dengan 24 Mei 2021). Yang bertujuan untuk mengantisipasi peningkatan arus pergerakan penduduk yang berpotensi meningkatkan penularan Covid-19.
Di mana semua masyarakat Maluku yang akan melakukan perjalanan antar kabupaten/kota di Maluku, wajib membawa surat bebas Covid-19 hasil swab antigennya. Pesyaratan ini Justru membingungkan dan menambah beban masyarakat.
Sungguh di sayangkan, kebijakan larangan mudik yang tidak konsisten bahkan terkesan eksploitatif itu, tanpa ada reserve yang memadai oleh pemrov dan satgas Covid-19 dalam penangnan Covid-19 di Maluku.
Ketua Bidang Hikmah Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah Maluku, Lutfhi Wael, S. Sos, meminta pemeritah provinsi maupun satgas Covid-19, menyediakan sarana rapid antigen atau swab secara gratis.
“Larangan mudik tanpa ada “affirmative action” justru merupakan sebuah kebijakan yang cenderung hanya menegasikan eksistensi masyarakat di tengah keterpurukan ekonomi akibat pandemi Covid-19 itu sendiri,” ujar Pemuda asal manipa itu.
Dijelaskan Wael, Aturan kewajiban mengurus surat swab antigen oleh pemudik, patut dicurigai, dikarenakan karena sebagai bentuk ekploitasi terhadap masyarakat.
“Dengan kondisi yang sulit seperti ini, berpotensi menimbulkan berbagai kejahatan degan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang mencari keuntungan dalam kondisi pandemic. “ Contoh kasus rapid antigen bekas di beberapa bandara di Indonesia,” ungkap Wael dalam press rilies yang diterima Ekspresi Maluku, Selasa, 04/05/2021.
“Kami meminta Satgas Covid-19, harus menyediakan rapit antigen atau swab secara gratis kepada masyarakat yang akan mudik. Sebab seketat apapun larangan mudik, masyarakat akan tetap mudik dengan cara mereka sendiri,” tegas Mantan Ketua DPD IMM Maluku itu.
Lanjut Wael, Satgas Covid-19 jangan memandang persoalan mudik itu hanya persoalan mobilitas masyarakat dari suatu tempat ke tempat lain secara normatif atau momen tanpa makna.
“Mudik bukan hanya soal “pulang kampung” tetapi “mudik” adalah “akumulasi” sosiologis yang berbasis relegiutas dan memiliki makna yang “sakral” bagi masyarakat khususnya umat islam. Dimana momen tersebut menjadi pengalaman spiritual sosiologis yang mendalam,” pungkas Wael.