Laporan: Memet
PIRU-EKSPRESIMALUKU.com-Pembangunan jalan lingkar Pulau Buano yang dilaksanakan PT. Rio Buana, dinilai asal-asalan, alias amburadul dan sangat berdampak pada pengrusakan lingkungan. Hal ini membuat Yudin Hitimala Anggota DPRD SBB Asal Pulau Buano geram dan mendesak pimpinan DPRD SBB untuk segera memanggil PT. Rio Buana dan jajaran OPD terkait untuk dapat mempertangungjawabkan masalah tersebut. Sabtu, 28/082021
Hitimala dalam pesan riliesnya yang diterima ekspresimaluku.com, menjelaskan, proyek dengan nilai anggaran sebesar Rp. 7.435.770.000,- tersebut dikerjakan tidak sesuai dengan spesifikasi pekerjaan yang tertera dalam kontrak. Dimana sistem pengaspalan dilakukan hanya setebal kurang lebih 10 cm dengan kualitas aspal yang tidak baik sehingga ini sangat keluar dari apa yang tertera dalam dokumen kontrak. Jelasnya
“Jalan yang ada masi dalam proses pengaspalan, tapi aspalnya sudah rusak, dan kerusakan jalan itu akibat dari kualitas aspal yang tidak baik, ini menandakan bahwa PT. Rio Buana hanya mencari keuntungan semata dan mengabaikan aspek kualitas pekerjaan”,unggahnya.
Hitimala menbahkan, disisi lain, perusahaan pemenang pengawasan dan pihak dinas PU SBB juga tidak ada batang hidung mereka di lapangan guna melakukan fungsi pengawasan terhadap berjalannya proses pekerjaan di lapangan, hingga nyatanya hasil pekerjaan sangat berbanding jauh dengan dokumen kontrak yang ada.
Selain itu, Lanjut Hitimala yang merupakan Mahasiswa Studi Akhir Program S2 Agribisnis UNPATTI menyatakan, bahwa proses pekerjaan jalan dilapangan sangat merusak lingkungan yang ada di Pulau Buano. Dimana Pulau Buano itu merupakan sebuah pulau kecil yang sudah diatur dalam Perda SBB, nomor 3 tahun 2004 tentang pengelolaan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, serta desa Buano utara juga sudah memiliki peraturan negeri tentang pengelolaan kawasan pesisir namun keberadaan pekerjaan jalan lingkar Pulau Buano yg dikerjakan PT. Rio Buana justru melanggar Perda dan perneg tersebut kerna sudah sangat merusak lingkungan yang ada. Ucpanya
Bagaimana tidak merusak, PT. Rio Buana melakukan penggalian dengan kedalaman kurang lebih 10 meter, lebar 10 dan panjang 15 meter untuk mengambil matrial lokal guna kebutuhan penimbunan badan jalan, dan itu dilakukan di dua lokasi yang berbeda. Kolam-kolam tersebut tidak ditimbun sehingga berpotensi longsor dan terendam air ketika musim hujan nanti.
Belum lagi PT. Rio Buana juga melakukan penimbunan seperti dermaga di pantai Buano guna aktivitas pendaratan kapal landeng untuk membawah matrial, dan ketika musim ombak timbunan-timbunan tersbut rusak dan berteburan dimana-mana sehingga merusak pantai, terumbu karang, Padang lamun, dan aneka ragaman hayati laut lainnya di pulau Buano. Dan aktivitas merusak lingkungan ini tanpa PT. Rio Buana mengantongi dokumen izin ambal.
Hitimala juga menandaskan, PT. Rio Buana, dalam melakukan aktivitas pembakaran aspal dengan menggunakan kayu bakar yang mana melanggar UU nomor 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan.
Dimana kayu-kayu yang ditebang untuk aktivitas pembakaran aspal rata-rata di bawa diameter 50 cm, sehingga ini sangat bertentangan dengan UU yang mengatur tentang sektor hutan.
Disisi lain, pemasukan matrial baik yang menggunakan landeng maupun matrial lokal yang diambil di Pulau Buano tidak di awasi dengan baik sehingga ini sangat berdampak pada beban pembayaran galian C kapeda daerah.
sehingga Hitimala, mendesak pimpinan DPRD juga selain pihak PT. Rio Buana, Dinas PU, untuk harus memanggil Badan Pendapatan Daerah guna menjelaskan soal ini. Karena matrial-matrial di lapangan yang dimuat dengan menggunakan landeng Pihak PT. Rio Buana berdalil bahwa matrial tersebut di Beli dari Kab. SBT.
Sementara kondisi geografis dari SBT ke Buano itu membutuhkan waktu yang panjang dan memakan biaya besar ketimbang mengambil matrial sirtu di daerah SBB terutama di Kec. Taniwel timur.
“Bisa jadi ini model kejahatan yang dilakukan PT. Rio Buana guna menghindar dari beban galian C yg harus dibayar kepada daerah SBB”, Beber Hitimala