Seperti hari-hari kemarin
saat ledakan meninabobo jiwa-jiwa tak berdosa
Hanya hitungan detik tangis pecah dan jalanan basah memerah
Besutan panah dan pedang menghilangkan nyawa
Semuanya tertata rapi di Nusa Ina
Ambon adalah Maluku yang kehilangan jati diri karena unjuk jago
Kota damai berubah rusuh menikam segala janji-janji lalu
Jazirah-jazirah di Maluku merebut tahta dengan asa memenggal agama.
Ketika Morela marah memuncak emosi Mamala, hilang, pupus tenggelam sudah tali saudara.
Ketika Luhu membara membawa Iha pada tekanan amarah
Hingga Latu Hualoi mensabotase doa menjadi dosa dan niat menjadi luka
Hahahaha…
Beta malu melihat katong katanya waras padahal gila
Mengapa katong begitu bangga membuat tangis anak ibu pecah menatap air darah
Apakah Ambon Kota damai?
Gong perdamaian semakin sunyi hanya sebagai pajangan kenangan tiri
Meskipun jutaan militer menjaga menghadang namun nyawa tetap melayang
Untuk apa ada TNI POLRI jika revolusi bunuh-membunuh masih merdeka di kota ini
Sulit sekali menerka isi hati ilahi
Karena lebih sadis hunusan pedang sesama katong
dibanding senjata zionis Izrael sang sekutu
Kita tidak diampun jika ampunan masih sebatas rencana
Saudaraku…
Pulangkan amarah dan emosimu
Hilangkan luka dukamu dengan doa dan nawaitu
Karena beta
Beta adalah pinang dan ale adalah sirih yang menyatu
pada tiap obat penyembuh luka diri.
Damai,10 Mei 2019
Asril Luhulima
Catatan:
- Tentang penyair: Asril Luhulima. Lahir di Asilulu. Jazirah Leihitu. Maluku. 19 Sepetember 1997. Sedang belajar di jurusan Ekonomi Syariah, Institut Agama Islam Negeri, Ambon.
- Ilustrasi dari: Travelistasia.com