Puisi-puisi Moh. Asy’arie Samal:
Angin Timur
Angin timur datang tanpa kata kata bijak
Sebab hujan telah merubah malam menjadi kosong, punah luruh.
Seperti kata Budha tentang kekosongan
Akulah malam penuh bintang tanpa letupan nova,
tanpa nebula yang mestinya melahirkan bintang-bintang baru.
Angin timur datang dalam deburan ombak
Membelah samudera menjadi biru sedalam luka
Akh, malam ini telah telah ternoda bersama makhluk buas pemakan bangkai
Dan… andaikan laut dapat mendengar suara langit yang meliukkan rasa
Pastilah sakit menimpa kalbu
Sebab angin telah berdusta saat pagi datang bersama mentari terangkan segala.
Angin timur datang tanpa kata kata bijak
Dan akulah malam penuh bintang yang diterpa ombak tanpa belas kasih
Tapi kekejaman adalah daya Manusia
Mencipta belati menusuk sendi hati
Owh.. Aku lupa kalau angin telah berdusta bagi pelaut ditengah rimba kebiruan
Dan aku telah bebas saat Kemunafikan disinari mentari pagi.
Simfoni ketakwajaran
Malam ini senar gitarku satu-satu putus
Lengkingannya tak terdengar siapapun
Aku tak bisa lagi memainkan simfoni dimana aku
bisa merasa ada yang menemani
Kepalaku hampir pecah oleh hentakan langkah semut
yang begitu menyilau
Aku merasa berada di puncak gunung
tertelan awan
tak ada yang bisa aku pandangi
Bahkan bernafaspun terasa sulit
Aku kedinginan hingga saraf pelihat ikut pula membeku
Kemudian akibat gejolak jiwa yang membara
kebekuan itu menetes satu demi satu
mengalir mengairi dadaku yang tak lagi lapang.
Rongga-rongga kepalaku seperti tertusuk ribuan pasak
bahkan hampir meledak mengikuti ritmis pergantian tahun
yang menyesak dada…
Lengkingan ini seperti menghasilkan simfoni ketakwajaran
mendepakku dalam ritmis delusi
sehingga aku mampu bicaran padanya
yang menawariku jutaan partikel dalam balutan irama supra natural.
Jika delusi ialah manifestasi nurani yang tak terdengar
biarkan saja aku dalam kegilaan ini
menyambut kekupu
menghisap segala akal sehatku.
Simfoni VIII
Dan aku masih saja mewartakan pada diri sendiri —
selalu mendengar melodi yang terekam dalam pita sanubari
Lagunya lirih, menghimpit dada, membuat perih
Dan ketika udara menggesek senar-senar kalbu
Jantungku berdegup menjadi penyebab badai samudera
Membuat lubang-lubang di hati menyerupai tangga nada harmonika.
Dengarlah…
Saat angin senja memasuki cela di hati
Sesuaraku tak lagi harmonis
Meyerupai seruling yang ditiup di kedalaman laut.
Hari selalu berdendang dalam lagu
Sementara langkahku terbujur kaku tanpa sepetak jejak
Saat aku mendengar kicauan burung yang menyanyikan sunyi
Pecah tawa mendera cerminku
Memantulkan bayang menjadi sketsa yang menertawai diri sendiri.
Sipakah dia mengakar senyum tanpa cermin mengukir nada?
O sang duhai, kesombongan syairku punah saat cerminanku jauhkan Keabadian.
Catatan:
- Tentang penulis: Asy’arie Samal. Lahir di Luhu. 28 September 1984. Penulis Muda Maluku.
- Ilustrasi dari: physics-and-world.blogspot.com