Laporan: Indah Sari Ibrahim
KILMURY, EKSPRESIMALUKU.com – “Ngarak Utuvitu Resi Roti Kami Kamian Sondor Negara. 72 Tahun Kami Hidup Tanpa Negara”.
Demikian sebuah spanduk yang mewakili protes warga Kecamatan Kilmury Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) Maluku.
Dalam catatan Wikipedia, Kilmury, sebuah kecamatan yang dimekarkan tahun 2014. Terdiri dari 14 desa dengan luas 165,69 km persegi.
Sementara dalam catatan KPUD Maluku tahun 2015, kecamatan ini berpenduduk 5003 jiwa.
Masing-masing desa berjarak cukup jauh. Wajah kecamatan ini. Sejak dimekarkan tak pernah berubah. Kondisinya desa-desa sangat memprihatinkan. Terisolasi dari pembangunan. Tak ada jembatan. Tak ada sarana kesehatan. Sarana pendidikan pun jauh dari jangkauan.
Tahun 2010 lalu, Pemkab setempat sempat membuka keterisolasian kecamatan ini. Hutan belantara pun dibabat untuk dibuat jalan lintas Seram rute kecamatan Werinama menuju Kilmury. Sayang, belum lagi tuntas, proyek ini bermasalah. Akibatnya, jalan yang sudah dibongkar kembali ditutupi pepohonan yang tumbuh.
Untuk mencapai kecamatan Kilmury, anda terpaksa berjalan kaki dari kecamatan Werinama. Menyusuri pantai selama dua hari dua malam. Itupun harus dilakukan pada pagi shubuh, sebelum air laut pasang. Belum lagi sampai, air laut pasang. Warga pun melintasi sungai sedalam dada orang dewasa.
“Ini sudah biasa kami lakukan selama puluhan tahun. Begitupun anak-anak sekolah. Siapapun dia, termasuk pejabat sekalipun mesti melewati jalan ini, jika musim timur tiba. Gelombang laut tidak bersahabat. Satu-satunya jalan adalah jalan kaki susuri pantai,” papar sejumlah warga Kilmury yang ditemui ekspresi, Sabtu (10/4/2017) di Ambon.
Penuturan warga Kilmury ini dibuktikan dengan gambar-gambar yang ditunjukkannya.
Butuh keseriusan perhatian pemerintah dan wakil rakyat. Kilmury terisolasi. Warga pun tak merasa ada di tanah air Indonesia. “Sudah 72 tahun kami tak diperhatikan. Apakah kami bukan warga Indonesia?”. Apakah hanya karena perbedaan pendapat dalam berdemokrasi, kami harus menanggung derita yang amat panjang,” tanya Arsyad, salah satu pemuda Kilmury sambil mengusap air matanya.
Rencananya, dalam waktu dekat, para pemuda, mahasiswa Kilmury dan mahasiswa asal Seram Bagian Timur Maluku yang ada di Jakarta akan mengadu di depan istana negara. “Kami merasa dilupakan negara. Kami bagian dari bangsa ini. Sudah cukup lama kami menderita. Kami butuh intervensi negara,” tandas Arsyad.
Kondisi memprihatinkan ini mengundang simpati sekelompok warga di kota Ambon. Membuat tag #savekilmury#.
Simpati terus mengalir. Baik dari kalangan pemuda, mahasiswa maupun masyarakat di kota Ambon.